Minggu, 07 Februari 2016

analisis novel di kaki bukit cibalak karya Ahmad Tohari berdasarkan pendekatan sosiologi



analisis novel di kaki bukit cibalak karya Ahmad Tohari berdasarkan pendekatan sosiologi dan sinopsis novel di kaki bukit cibalak karya Ahmad Tohari

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karya sastra tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia, karena di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai fenomena atau permasalahan yang terjadi sehingga apabila dituangkan ke dalam sebuah karya sastra akan menarik. Suatu karya sastra tidaklah cukup menarik apabila hanya diteliti dari aspek strukturnya saja tanpa kerja sama dengan disiplin ilmu lain, karena yang terkandung pada karya sastra pada dasarnya merupakan masalah masyarakat. Adakalanya seni juga dapat mewakili kehidupan masyarakat pada saat karya sastra itu dilahirkan. Karya sastra merupakan refleksi cipta, rasa, dan karsa manusia tentang kehidupan. Refleksi cipta artinya karya sastra merupakan hasil penciptaan yang berisis keindahan. Tanpa penciptaan, karya sastra tidak mungkin ada. Karya sastra merupakan refleksi rasa dan karsa berartibahwa karya sastra diciptakan untuk menyatakan perasaan yang didalamnya terkandung maksud atau tujuan tertentu. Hal ini membuat karyasastra memiliki kelebihan dibandingkan dengan cabang seni lain, baikdalam bentuk maupun sarana/media yang digunakan, yaitu kata-kata atau bahasa (Suroso, 1995:14). Sastra dapat menyampaikan nilai-nilai kehidupan yang tidak dapat jauh dari budaya dengan keindahan yang disajikan dari tiap detail ceritanya melalui bahasa tulis. Karya sastra menjadi bagian dari sosiologi masyarakat ketika menjadi objek bacaan yang memengaruhi pola hidup masyarakat. Kaitannya dengan masyarakat, sebuah novel sebagai hasil karya sastra perlu dianalisis menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Rene Wellek dan Austin Warren membagi telaah sosiologis menjadi tiga klasifikasi, yaitu: sosiologi pengarang, sosiologi karya sastra, dan sosiologi sastra yang mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat. Yang terpenting dalam pendekatan sosiologi sastra yakni keterkaitan langsung dengan masyarakat. Meskipun demikian, pertimbangan terpenting adalah nilai estetika yang terkandung dalam karya sastra itu sendiri. Salah satu hal menarik dari novel adalah bentuk-bentuk sosial yang terkandung dalam novel Di Kaki Cibalak karya Ahmad Tohari. Dimana bentuk-bentuk sosial yang terkandung dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari ini dapat berupa mobiltas sosial, perubahan sosial, konflik sosial. ssi

Berdasarkan pembacaan awal novel Dikaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari, adapun rumusan masalah dalam penellitian ini adalah 
Bagaimanakah struktur yang membangun novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari?
Bagaimanakah bentuk-bentuk sosial yang terkandung dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari pendekatan sosiologi sastra? 
Mengacu pada rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Mendeskripsikan struktur yang membnagun dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari
Mendeskripsikan aspek-aspek sosial yang tergambar dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari
PEMBAHASAN

Novel Di Kaki Bukit Cibalak menceritakan kehidupan masyarakat di Desa Tanggir dengan segala permasalahannya yang cukup kompleks. Cerita ini terinspirasi dari kehidupan di Desa Tanggir yang berada di daerah kaki Bukit Cibalak. Itulah sebabnya novel ini berjudul Di Kaki Bukit Cibalak. Novel Di Kaki Bukit Cibalak memiliki unsur instrinsik sebagai berikut.
Tema
Tema novel ini adalah kehidupan sosial. Secara garis besar, dalam novel ini muncul beberapa konflik yang cukup kompleks, di antaranya adalah konflik sosial, percintaan, dan batin, yang kesemuanya cukup berpengaruh terhadap kehidupan sosial para tokohnya. 
Tokoh dan Penokohan
Dalam novel ini ditampilkan beberapa tokoh, seperti: Pambudi sebagai tokoh utama, prinsipil, cakap, baik hati, rela berkorban, tidak mudah putus asa, bijaksana, dan berumur 24 tahun; Sanis sebagai tokoh pendamping tokoh utama, anak modin di Tanggir, cantik, menawan; Pak Dirga adalah seorang Lurah, pergaulannya luas, luwes, pandai bermain bola, pandai berjudi, dan gemar berganti istri, curang, licik dan jahat; Mulyani adalah gadis keturunan Cina, berparas cantik, kulitnya putih kekuning-kuningan dia anak dari pemilik toko arloji di Yogyakarta tempat Pambudi memperjuangkan nasib Mbok Ralem dan nasibnya sendiri; Pak Barkah adalah pemimpin redaksi dan pemilik penerbitan Kalawarta, bijaksana, dan suka menolong; Mbok Ralem adalah warga miskin di desa Tanggir, nrima, sakit. Selain tokoh-tokoh tersebut, ada juga tokoh lain seperti Bu Lurah/Bu Runtah, Eyang Wira, Bambang Sembodro, Topo, Poyo, dan lain-lain yang memiliki peran yang tidak terlalu mencolok.
Latar
Latar dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak meliputi: latar tempat, yakni sekitar kaki Bukit Cibalak, halaman balai desa, kantor Pak Dirga, rumah Mbok Ralem, di depan pasar Desa Tanggir, Rumah Sakit, Yogyakarta, losmen, kantor Redaksi Kalawarta. Latar waktu meliputi pagi hari, siang hari, sore hari, malam hari. Latar suasana: kekaguman, ketegangan, ketakutan, bahagia, sedih. Latar sosial dapat dilihat dari kutipan berikut.
“...Sekarang terowongan yang berada di bawah belukar puyengan itu lenyap, berubah menjadi jalan setapak...”(DKBC: 6) 
“...Di sekitar kaki Bukit Cibalak, tenaga kerbau telah digantikan traktor-traktor tangan. Burung-burung kucica yang telah turun temurun mendaulat belukar puyengan itu terpaksa hijrah ke semak-semak kerontang yang menjadi batas antara Bukit Cibalak dan Desa Tanggir di kakinya...” DKBC: 6).
“...Tiap-tiap calon mempunyai beberapa orang botoh yang mempunyai tugas sebagai pegumpul suara...”DKBC: 14). 
Alur
Novel Di Kaki Bukit Cibalak memiliki alur maju. Alur ini digambarkan dari kejadian awal Pak Dirga menjabat sebagai Lurah desa Tanggir, mundurnya Pambudi dari kepengurusan koperasi desa, hingga akhirnya Pak Dirga mundur dari jabatannya.
Konflik Yang Terdapat Dalam Novel Dikaki Bukit Cibalak
Banyak hal dapat ditemukan di dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak, namun yang dominan muncul adalah konflik sosial yang terjadi di desa Tanggir. Konflik ini terjadi karena ketidakberesan pemerintahan lurah desa Tanggir yang biasa dipanggil dengan nama Pak Dirga. Dari awal kompetisi pemilihan lurah, dia sudah menunjukkan kecurangan yang akhirnya mengantarkannya duduk sebagai lurah desa Tanggir. Setelah menjadi lurah, dia melakukan penyelewengan dana kas lumbung koperasi desa Tanggir. Dia tidak mau menolong Mbok Ralem yang notabennya warga miskin yang membutuhkan bantuan pemerintah desa demi penyembuhan penyakitnya. Pak Dirga bersama Poyo (pengurus lumbung desa Tanggir) melakukan manipulasi pada laporan keuangan lumbung desanya.
Uang yang seharusnya dialokasikan untuk keperluan masyarakatnya justru digunakan untuk kepentingan pribadi Pak Dirga dan Poyo. Kedaan desa Tanggir semakin kacau dibawah kepemimpinan Pak Dirga yang sangat tidak amanah. hal ini, kekuasaan dimiliki oleh orang yang kuat, meskipun kekuatan itu adalah kekuatan yang penuh dengan kelicikan dan kecurangan. Selain konflik politik yang penuh kecurangan, muncul konflik batin. Konflik batin menjadi bagian yang peneliti amati karena dalam konflik ini berimbas pada tindakan yang berkaitan dengan orang lain. Dalam novel ini digambarkan suatu konflik batin yang dialami oleh Pambudi saat memilih untuk mundur dari kepengurusan lumbung koperasi karena dia tidak sepemikiran dengan pengurus lainnya dan lurah desa Tanggir. Namun, Pambudi ingin membantu masyarakat desa Tanggir yang membutuhkan bantuan. Untuk solusi hal ini, Pambudi memilih untuk membantu dengan caranya sendiri. Konflik lainnya adalah konflik percintaan. Konflik ini dimunculkan oleh tokoh Sanis. Dia berada di kondisi yang cukup rumit. Sanis yang merupakan gadis desa yang polos, yang menaruh hati pada lelaki yang berumur jauh lebih dewasa darinya mulai terlibat konflik percintaan ketika dia dipinang oleh Pak Dirga. Pak Dirga yang saat itu sudah beristri Bu Runtah masih berkeinginan menikahi Sanis. Sanis maupun ayahnya tidak dapat berbuat apa-apa untuk menolak kehendak Pak Dirga karena pada zamannya jabatan seorang lurah sangat ditakuti oleh warganya. Sehinga mau atau tidak mau, Sanis harus tetap bersedia menjadi istri muda lurah Dirga. Di sisi lain, anis masih memiliki rasa kepada Pambudi. Namun, ketika Pambudi pulang ke Tanggir, ternyata Pambudi sudah menjalin hubungan dengan Mulyani. Selain konflik-konflik tersebut, unsur sosiologis budaya dari novel ini juga sangat menarik. Banyak nuansa Banyumas yang ditampilkan dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak. Dari setting tempat, novel ini berlatarkan lokasi di daerah kaki Bukit Cibalak yang memang secara fisiknya ada di daerah Banyumas. Dari segi bahasanya juga ada beberapa bahasa atau istilah dari Banyumas yang dimunculkan oleh pengarang. Nama tokoh yang dimunculkan dalam cerita juga cukup identik dengan nama-nama pada masyarakat Banyumas di zamannya. ssi
Dalam sosiologi sastra didalamnya terkandung bentuk sosial yang ada didalamnya. Salah satu bentuk sosial itu ialah konflik dan beberapa bentuk sosial lainnya. Maka bentuk sosial (terutama bentuk konflik) dalam Novel Dikaki Bukit Cibalak ini sebagai berikut.
Kriminalitas
Kriminalitas disini khususnya berupa pencurian. Pencurian tersebut berupa pencurian kayu jati, dan benda berbentuk tabung. Hal ini bisa dilihat pada kutipan berikut :
“ Pagi-pagi mereka pergi kepasar membawa apa-apa untuk dijual disana. Biasanya mereka menjual akar kayu jati yang mereka gali dari lereng-lereng kaki bukit Cibalak. Atau daun pohon itu meskipun mereka memperolehnya dengan mencuri”. (hal. 7 )
“Pak Danu ingin memamerkan sebuah tabung yang dicurinya dari rumah Akiat, sambil berpropaganda dengan bangga...” (hal. 7 )

Krimininalitas selanjutnya ialah berupa suapan atau imbalan berbau kotor. Dimana salah satu calon kades didesa tersebut memberi uang suap kepada kakek seorang dukun agar calon kades itu bisa memenangkan pemilihan kepala desa. Dapat dilihat dalam kutipan novelnya.
Berikut kutipannya :
“ Disana ada seorang kakek sedang membaca mantra. Tentu ia telah dibayar oleh seorang calon agar “ wahyu “datang kepada seorang calon yang telah memberinya uang”. (hal. 14 ).

Krimininalitas selanjutnya ialah berupa pemfitnahan. Bentuk pemfitnahan ini ialah upaya Pak Lurah dan Sekdes nya untuk mengusir Pambudi dari desa Tanggir. Dapat dilihat dalam kutipan novelnya. Berikut kutipannya
“ Ya, Pak. Tetapi dalam buku yang kedua ada pengeluaran sebesar 125.000 atas tanggung jawab seseorang.”
“ Pambudi.” (hal. 59) 
Perselisihan
Salah satu bentuk konflik sosial ialah perselisihan, dimana peeselisihan ini terjadi antara dua tokoh yaitu Pak Dirga sebagai lurah baru dan Pambudi sebagai pengelola lumbunhg padi. Berikut kutipan yang diambil dari novel terkait adanya perselisihan antara kedua tokoh itu.
“ Nanti dulu, Pak. Jadi orang ini tidak akan diberi kesempatan untuk berobat ke Yogya?” kata Pambudi seraya bangkitbdari duduknya.
“ Lho, kenapa kenapa kau bertanya begitu? Sudah lama kau mengurus lumbung, bukan?(............................). ( hal 22-27 ).
Kemiskinan
Kemiskinan disini merupakan salah satu bentuk permasalahan sosial dalam novel Dikaki Bukit Cibalak ini. Dimana seorang tokoh bernama Mbok Ralem menderita kangker tenggorokan, yang mana ia hanya masyarakat miskin yang tak punya apa-apa. Hal ini bisa dilihat dari kutipan novel berikut.
“ Berapa luas sawah yangkau garap, Mbok?”
“ Oalah, Nak, aku tak mempunyai sawah sedikitpun.(......)
“ Pasti tidak cukup, Nak, sebab kata Pak mantri, aku harus berobat ke Yogya.” (..........). ( hal 20 ).

Kedengkian
Kedengkian ini terjadi pada diri Pak Dirga terhadap Pambudi, dan ia pun berniat untuk mendepaknya dari Desa Tanggir, dengan cara menemui seorang dukun bernama Eyang Wira. Berikut kutipan yang menyatakaan adanya kedengkian tersebut.
“ Dan sampean beruntung. Setiap untuk menyingkirkannya dari Desa Tinggir (...)”. ( hal 62 ).

PENUTUP
Kesimpulan :
Berdasarkan analisis novel Dikaki Bukit Cibalak ini khususnya menggunakan pendekatan sosiologi sastra dapat diambil kesimpulan bahwa dapat ditemukan di dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak, namun yang dominan muncul adalah konflik sosial yang terjadi di desa Tanggir. Konflik ini terjadi karena ketidakberesan pemerintahan lurah desa Tanggir yang biasa dipanggil dengan nama Pak Dirga. Dari awal kompetisi pemilihan lurah, dia sudah menunjukkan kecurangan yang akhirnya mengantarkannya duduk sebagai lurah desa Tanggir. Setelah menjadi lurah, dia melakukan penyelewengan dana kas lumbung koperasi desa Tanggir. Dia tidak mau menolong Mbok Ralem yang notabennya warga miskin yang membutuhkan bantuan pemerintah desa demi penyembuhan penyakitnya. Pak Dirga bersama Poyo (pengurus lumbung desa Tanggir) melakukan manipulasi pada laporan keuangan lumbung desanya.
Uang yang seharusnya dialokasikan untuk keperluan masyarakatnya justru digunakan untuk kepentingan pribadi Pak Dirga dan Poyo. Kedaan desa Tanggir semakin kacau dibawah kepemimpinan Pak Dirga yang sangat tidak amanah. hal ini, kekuasaan dimiliki oleh orang yang kuat, meskipun kekuatan itu adalah kekuatan yang penuh dengan kelicikan dan kecurangan. Selain konflik politik yang penuh kecurangan, muncul konflik batin. Konflik batin menjadi bagian yang peneliti amati karena dalam konflik ini berimbas pada tindakan yang berkaitan dengan orang lain. Dalam novel ini digambarkan suatu konflik batin yang dialami oleh Pambudi saat memilih untuk mundur dari kepengurusan lumbung koperasi karena dia tidak sepemikiran dengan pengurus lainnya dan lurah desa Tanggir. Namun, Pambudi ingin membantu masyarakat desa Tanggir yang membutuhkan bantuan. Untuk solusi hal ini, Pambudi memilih untuk membantu dengan caranya sendiri. Konflik lainnya adalah konflik percintaan. Konflik ini dimunculkan oleh tokoh Sanis. Dia berada di kondisi yang cukup rumit. Sanis yang merupakan gadis desa yang polos, yang menaruh hati pada lelaki yang berumur jauh lebih dewasa darinya mulai terlibat konflik percintaan ketika dia dipinang oleh Pak Dirga. Pak Dirga yang saat itu sudah beristri Bu Runtah masih berkeinginan menikahi Sanis. Sanis maupun ayahnya tidak dapat berbuat apa-apa untuk menolak kehendak Pak Dirga karena pada zamannya jabatan seorang lurah sangat ditakuti oleh warganya. Sehinga mau atau tidak mau, Sanis harus tetap bersedia menjadi istri muda lurah Dirga. Di sisi lain, anis masih memiliki rasa kepada Pambudi. Namun, ketika Pambudi pulang ke Tanggir, ternyata Pambudi sudah menjalin hubungan dengan Mulyani. Selain konflik-konflik tersebut, unsur sosiologis budaya dari novel ini juga sangat menarik. Banyak nuansa Banyumas yang ditampilkan dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak. Dari setting tempat, novel ini berlatarkan lokasi di daerah kaki Bukit Cibalak yang memang secara fisiknya ada di daerah Banyumas. Dari segi bahasanya juga ada beberapa bahasa atau istilah dari Banyumas yang dimunculkan oleh pengarang. Nama tokoh yang dimunculkan dalam cerita juga cukup identik dengan nama-nama pada masyarakat Banyumas di zamannya. Selain itu didalam novel Dikaki Bukit Cibalak terdapat bentuk-bentuk sosial, salah satu bentuk sosial tersebut ialah berupa konflik-konflik sosial yang terjadi antar tokoh tertentu dalam novel Dikaki Bukit Cibalak. Dimana bentuk sosial yang ada dalam novel Dikaki Bukit Cibalak tidak jauh berbeda dengan bentuk sosial yang terjadi di kehidupan nyata pada umumnya. Seperti kriminalitas, persaingan perebutan kursi kepemimpinan, kemiskinan, kedengkian, dan lain sebagainya. ssi
Sinopsis
Pambudi adalah seorang pemuda berusia 24 tahun yang tinggal di desa Tanggir, yakni sebuah desa terpencil di daerah Bukit Cibalak. Ia bekerja sebagai pengelola koperasi desa setempat. Namun, selang beberapa hari setelah pelantikan lurah baru Desa Tanggir, Pambudi mengundurkan diri dari pekerjaannya. Ia merasa tidak sepaham dengan lurah baru yang bernama Pak Dirga itu. Pak Dirga memiliki akal yang licik dan kurang begitu dermawan terhadap warganya. Ia juga dikenal sebagai pria yang memiliki banyak isteri. Ia terpilih menjadi lurah karena ia dianggap lebih populer dan luwes ketimbang para pesaingnya.
Suatu ketika, di kelurahan kedatangan seorang warga bernama Mbok Ralem. Ia berniat meminjam uang di koperasi desa. Ia ingin mengobati benjolan yang menggembung di lehernya hingga membuat nafasnya tercekat. Pambudi menyarankan untuk meminta ijin Pak Dirga terlebih dahulu. Betapa kecewanya Mbok Ralem karena Pak Dirga menolak memberi pinjaman. Bahkan kepada warga miskin seperti Mbok Ralem, Pak Dirga pelit memberi bantuan. Padahal, Mbok Ralem benar-benar harus berobat. Ia janda miskin yang tidak punya apa-apa. Kemana lagi ia harus minta tolong jika pemimpinnya sendiri enggan menolongnya. Begitulah pikir Pambudi. Pambudi tahu bahwa jumlah simpanan di lumbung koperasi yang diurusnya tidak akan terkuras jika sedikit digunakan untuk pengobatan Mbok Ralem. Namun apa daya, pemimpinlah yang berkuasa memberi keputusan.
Sejak peristiwa itu, Pambudi mengundurkan diri dari pekerjaannya. Ia merasa tidak pantas bekerja di tempat yang bertentangan dengan nuraninya. Hal yang ingin dilakukannya yaitu menolong Mbok Ralem berobat. Hati nuraninya merasa iba melihat nasib Mbok Ralem. Dengan uang tabungannya, Pambudi dan Mbok Ralem berangkat ke Yogya untuk berobat. Setelah diperiksa dokter, hasil laboratorium menyatakan bahwa Mbok Ralem terkena kanker. Pambudi terkejut dan semakin kasihan kepada Mbok Ralem. Namun, ia tidak mengatakan apa-apa agar Mbok Ralem tidak memiliki beban pikiran.
Pambudi mencari cara untuk menghasilkan uang. Pengobatan kanker memerlukan biaya yang banyak. Bahkan surat kemiskinan tidak bisa meluluhkan hati dokter untuk merawat Mbok Ralem secara cuma-cuma. Pambudi pergi ke kantor penerbit Kalawarta, sebuah harian lokal di Yogya, dan bertemu pemimpinnya yang bernama Pak Barkah. Ia meminta bantuan kepada Pak Barkah untuk memasang iklan dompet sumbangan untuk pengobatan kanker Mbok Ralem. Pak Barkah mengulurkan bantuannya dan bersedia mencantumkan iklan tersebut dalam harian Kalawarta.
Setelah kemunculan iklan tersebut, banyak donatur yang mengirim wesel ke kantor harian Kalawarta. Bantuan dana berdatangan untuk membantu pengobatan kanker Mbok Ralem. Mbok Ralem mendapatkan perawatan kelas satu di rumah sakit dan bisa sembuh dari kanker yang menyerangnya. Pambudi mengajak Mbok Ralem ke kantor harian Kalawarta untuk mengucapkan terima kasih kepada Pak Barkah dan staf-stafnya. Pak Barkah juga mengucapkan terima kasih kepada Pambudi, sebab atas peran aktif Pambudi menyelamatkan sesama dan ide cemerlangnya membuat iklan di harian Kalawarta, kini kepercayaan masyarakat terhadap Kalawarta semakin meningkat dan daya minat pembaca pun meningkat. Kalawarta semakin digandrungi oleh warga lokal. Inilah bentuk kerjasama yang saling menguntungkan dan Pak Barkah sangat mengapresiasi dan kagum terhadap sosok Pambudi.
Sekembalinya ke Desa Tengger, nama Pambudi menjadi perbincangan di masyarakat. Banyak masyarakat yang kagum terhadap usaha Pambudi menolong Mbok Ralem. Di sisi lain, Pak Dirga merasa terhina oleh sikap Pambudi yang terkesan telah mencemarkan nama baiknya sebagai lurah. Pak Dirga juga mendapat teguran dari Pak Camat dan Bupati. Pak Dirga dicaci lantaran tidak bisa mengurus warganya dengan baik. Gara-gara kelakuan Pak Dirga, Pambudilah yang mendapatkan kebanggaan dan nama besar sebagai pahlawan, gelar populer yang seharusnya diterima oleh pemimpin tetapi malah diterima oleh warga biasa seperti Pambudi. Hal itulah yang menyebabkan Pak Dirga membenci Pambudi hingga ia tidak akan merasa puas jika belum membalas dendam kepada Pambudi.
Upaya balas dendam Pak Dirga kepada Pambudi telah dimulai. Pak Dirga menyebar isu bahwa Pambudi berhenti dari pekerjaannya mengurus lumbung koperasi, lantaran Pambudi telah menilap uang koperasi sebesar Rp. 120.000,- . Jumlah uang tersebut sangat besar pada masa itu. Warga desa yang dulunya kagum dan bangga kepada Pambudi, kini berbalik membencinya. Bahkan keluarga Pambudi juga dibenci dan dikucilkan warga. Isu tersebut menjadi perbincangan hangat di masyarakat hingga mengusik ketenangan orang tua Pambudi. Pambudi ingin menantang Pak Dirga untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Namun, orang tuanya mencegahnya. Orang tuanya tidak ingin Pambudi menghadapi banyak masalah. Sebab warga Tanggir sangat patuh terhadap pemimpin. Begitulah adat yang mereka lestarikan hingga sekarang. Ayah Pambudi menyarankan agar ia pergi dari Desa Tanggir. Ia menyuruh Pambudi untuk mengalah dan menghindari masalah. Melihat beban batin yang dialami orang tuanya, Pambudi hanya bisa menuruti nasihat mereka. Ia akhirnya pergi meninggalkan desanya.
Pambudi memutuskan pergi ke Yogya untuk tinggal bersama temannya bernama Topo di sebuah kos-kosan kecil. Topo adalah mahasiswa yang kuliah di Yogya. Sewaktu SMP dan SMA mereka berteman akrab. Setelah bercerita panjang lebar, Topo bisa memahami masalah yang dihadapi Pambudi. Topo menyarankan agar Pambudi melanjutkan kuliahnya di Yogya. Pambudi berpikir bahwa ide itu sangat gila. Namun, dorongan Topo yang begitu kuat membuat Pambudi yakin untuk melanjutkan kuliah. Karena ujian masuk perguruan tinggi masih lama, Pambudi bisa belajar dan mempersiapkan diri untuk mengikuti tes tertulis. Di sela-sela persiapannya, ia juga bekerja di sebuah toko arloji milik orang China. Di sana ia berkenalan dengan anak majikannya yang bernama Mulyani yang waktu itu masih duduk di bangku kelas 2 SMA. Mereka bersahabat dan sering mengisi waktu untuk bermain teka-teki bersama.
Rupanya Mulyani telah menaruh hati kepada Pambudi. Ia sangat pandai menutupi perasaannya. Hubungan mereka berjalan hanya sebatas pertemanan. Setelah bekerja di toko arloji beberapa bulan lamanya, Pambudi mengundurkan diri lantaran ia telah diterima bekerja di harian Kalawarta oleh Pak Barkah. Ia juga telah diterima sebagai mahasiswa Fakultas Teknik. Mulyani sedih karena ia akan jarang bertemu dengan Pambudi. Tapi ia hanya bisa memberi semangat dan dukungan terhadap keputusan Pambudi. Tak lama lagi ia akan meneruskan kuliah di tempat Pambudi kuliah dan mereka akan semakin sering bertemu. Begitulah pikiran Mulyani yang begitu memendam perasaannya kepada Pambudi.
Pambudi telah resmi menjadi jurnalis di harian Kalawarta. Ia membuat gebrakan baru dan menyalurkan ide-ide cemerlangnya untuk mengangkat Kalawarta menjadi harian yang lebih dikenal. Pak Barkah sangat memuji keahlian Pambudi. Tulisan-tulisan Pambudi banyak diminati masyarakat. Pambudi juga sering menulis tentang Desa Tanggir dan persoalan-persoalan yang dihadapi desa kecil itu. Tulisannya juga menguak tentang ketidakadilan pemimpin desa itu. Tak jarang tulisan Pambudi membuat garang pejabat setempat. Terutama Pak Dirga. Ia semakin tidak disenangi oleh atasannya. Akhirnya, Pak Dirga diberhentikan dari jabatannya.
Setelah sekian lama Pambudi mengasingkan diri di Yogya, ia kembali ke Desa Tanggir untuk menjenguk orang tuanya. Ia berniat untuk mengabarkan berita kelulusannya dan membuat orang tuanya bangga. Sampai di rumah, ia mendapat kabar duka bahwa ayahnya telah meninggal. Hal yang disesalinya adalah ia belum sempat mengatakan kepada ayahnya bahwa ia telah menjadi sarjana. Ia telah ikhlas dengan kepergian ayahnya, karena baginya kematian merupakan hal yang sudah sewajarnya terjadi.
Di pemakaman ayahnya, Pambudi bertemu dengan Sanis, gadis yang dulu amat sangat dicintainya. Namun sayang, diusianya yang  baru menginjak 17 tahun, ia kini telah menjadi janda dari Pak Dirga. Pambudi sudah tidak menyukai Sanis lagi. Mereka hanya saling menyapa dan bertanya kabar. ssi
Di rumah, Pambudi dikejutkan dengan kedatangan Mulyani. Mulyani mengutarakan duka citanya dan ia mengajak Pambudi pergi ke suatu tempat. Di tempat sepi, Mulyani mengutarakan perasaanya kepada Pambudi. Ia merasa malu karena sebagai seorang wanita ia tak seharusnya mengutarakan perasannya terlebih dulu. Namun, ia tidak sabar menunggu pengakuan Pambudi. Sebenarnya, Pambudi sudah mulai menyukai Mulyani sejak mereka sering bertemu. Pambudi tahu mereka berdua memiliki perbedaan. Mulyani anak orang kaya sedangkan Pambudi hanya anak orang biasa yang tinggal di desa kecil. Pambudi merasa tidak pantas untuk memiliki perasaan kepada Mulyani. Mulyani terus meyakinkan Pambudi tentang kebenaran perasaan mereka. Begitulah, hingga seterusnya mereka semakin sering bersama.

DAFTAR PUSTAKA

Endraswara, S. (2011). Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra. Yogyakarta:
CAPS.
Faruk. (1999). Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kurniawan, H. (2012). Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.

About the Author

Unknown

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 2015 - Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile